SKRIPSI
PERBANDINGAN TINGKAT KEMATANGAN
PISANG KEPOK
(Musa acuminate L.) MENGGUNAKAN METODE PEMBERIAN LARUTAN ETHREL YANG
BERBEDA
OLEH
MURNI WAGOLA
NPM : 2011 15 142.
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM
AMBON
2015
Perjuangan dalam
hidup selalu diawali dengan air mata, niat yang tulus dan penuh rasa syukur kepada Allah, dengan
Ilmu yang kita miliki akan bermanfaat dalam kehidupan ini, berusaha, sabar, dan Do’a adalah kunci utama dalam sebuah keberhasilan dan kesuksesan”.
Penulis,..
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT,
Skripsi ini penulis persembahkan
kepada kedua orang tuaku :
Ayahanda
tersayang ( Nurdia
Wagola ) dan Ibundaku tercinta ( Wa
Rafi,a Wally ) yang dengan suka dan duka telah memberikan penuh
perhatian lewat kasih sayang dan kesabaran yang telah mengasuh penulis sehingga
penulis bisa sampai di penghujung studi selama ini.
Serta
telah memberikan keiklasan, motivasi, semangat, perhatian, serta pengorbanan
yang begitu besar untuk keberhasilan
studi selama penulis mengikuti perkuliahan.
Dan almamaterku tercinta
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Program
Studi Pendidikan Biologi Universitas
Darussalam yang penulis banggakan.
Pada
Dusun Saluku dengan Bimbingan Ibu Dahlia
Badui, S.Pd. M.Pd dan Ibu Asyik
Nur Allifah, Af. Pendidikan formal penulis
mengawali studinya pada tahun 1999 Dengan memasuki SD Inpres Saluku Kecamatan
Piru dan tamat pada tahun 2004 .dan Studinya berlanjut di SMP Negeri 2 Luhu
Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku hingga lulus pada Tahun 2007. Penulis
kemudian melanjutkan di SMA Negeri 1 Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Provinsi
Maluku dan lulus pada tahun 2010. Penulis kemudian melanjutkan studinya pada
tahun 2010 di Universitas Darussalam Ambon dan lulus Pada Tahun 2015.
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
"Perbandingan tingkat kematangan
pisang kepok (Musa acuminate L)
menggunakan metode pemberian larutan ether yang berbeda".
Penulisan
hasil penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan
akademis dalam menempuh ujian sarjana pada program studi Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Darussalam Ambon.
Di
samping itu, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa sejak awal menuntut ilmu
diperguruan tinggi sampai pada penyusunan skripsi, penulis tidaklah berjalan
sendiri, kekuasaan Illahi Rabbi dan keberadaan orang-orang terdekat adalah
faktor yang turut menentukan keberhasilan penulis. Oleh karena itu, dengan
selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak
Dr. Ir. Ibrahim Ohorela, MP, selaku Rektor
Universitas Darussalam Ambon
2.
Bapak Ir. Alwi Smith, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
3.
Ibu Farida
Bahalwan, S.Pd,. M.Pd selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
4.
Bapak Ibu Dosen FKIP Universitas
Darussalam yang selama ini membekali penulis dengan ilmu dalam bangku
perkuliahan
5.
Seluruh Staf Pegawai (TU) “Ibu Cici, Mama Ja, Mama Ita, dan Ibu Erni,
yang selalu melayani kami dalam segala pengurusan selama penyusunan
skripsi
6.
Dahlia
Badui, S.Pd. M.Pd selaku Pembimbing I dan Asyik Nur Allifah, Af. M.Si selaku
Pembimbing II yang banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga serta perhatian
yang ikhlas dalam membimbing dan mengarahkan penulis dari penyusunan proposal,
penyusunan hasil penelitian, hingga skripsi ini
7.
Keluarga besar SMP, Negeri 5. Salahutu yang
telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan PPL.
8.
Ny,
M, Karepessina, S.Pd. Selaku guru pamong yang telah menuntun
penulis semala melaksanakan PPL
Penulis juga memberikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang mendalam kepada :
9.
Ayahanda Nurdia Wagola dan Ibunda Wa Rafi,a
Wally selaku kedua orang tua tercinta, yang telah berupaya tiada putusnya
memberikan dukungan, doa, materi, dan nasehat demi suksesnya dalam
menyelesaikan studi.
10.
Saudara-saudara
tercinta Aeni Nurdia beserta suaminya Aby berserta Abang Basri, Ida beserta suami Abang Sanudin,
Marni beserta suami Abang Rudi, Wa Supu beserta suami Abang Nonong, Wa Assi
beserta adik adiku tersayang Sumardin Wagola, Bayanti Wagola, dan Wa Nilam
beserta keponakan tercinta Casih, Candri dan
yang penulis tidak sempat sebutkan satu persatu.
11. My
friend’s is the best “Ona, Tima, Risna Sarif Kamaludin,” atas kebersamaannya
dalam proses perkuliahan yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
12. My
Familly Kos-kosan Rasya “Sarti, Yarti, Ayu, Uci, Usman, Kaimudin, Ati, Epi,
Salsa, Eka, Dino, Ama dan teman-teman yang penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu atas
kebersamaannya dalam suka maupun duka dan yang senang tiasa memberikan motivasi
kepada penulis.
13. Kawan-kawan
seperjuangan angkatan 2010 program Studi pendidikan Biologi yang tidak dapat
disebut namanya satu-persatu.
14. Teristi mewah Keksihku Fargas Makatita, dan Kampung
Halamanku Kebanggaan “Dusun Saluku“ yang telah menghadirkan banyak inspirasi
dalam perjalanan studi penulis.
Penulis berharap semoga Skripsi
ini dapat memberikan sumbangan pikiran serta manfaat khususnya bagi penulis. Akhirnya
atas segala kekhilafan kepada semua pihak baik disengaja maupun tidak disengaja
oleh penulis memohon ketulusan hati untuk dapat dimaafkan. Semoga bantuan, bimbingan
dan petunjuk yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut, Insya Allah
akan memperoleh imbalan yang setimpal dari Allah SWT, Aamiin.
Ambon, Mei 2015
Penulis.
ABSTRAK
PERBANDINGAN TINGKAT KEMATANGAN PISANG KEPOK
(Musa acuminate
L.) MENGGUNAKAN METODE PEMBERIAN LARUTAN ETHREL YANG BERBEDA
Murni Wagola 1,Dahlia
Badui S.Pd. .M.Pd 2,Asyik Nur Alifah, M.Si
Buah pisang merupakan
komoditas hortikultura yang dominan dalam konsumsi buah-buahan karena 45% total
konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang banyak digemari dan sebagian
dikonsumsi dalam bentuk segar karena rasanya yang enak terutama buah pisang
meja untuk cuci mulut. Buah pisang termasuk buah klimaterik yang untuk
pematangannya biasanya dilakukan pemeraman.Pemeraman dilakukan untuk
mempercepat kematangan buah dan menyeragamkan tekstur buah. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbandingan tingkat kematangan pisang kepok (Musa acuminate L) menggunakan metode
pemberian larutan ethrel yang berbeda. Tipe penelitian ini adalah deskriptif
dengan menggunakan uji organoleptik untuk melihat kualitas pisang kepok dengan
indikator warna rasa, dan tekstur. Tempat penelitian dilaksanakan di Dusun
Saluku Kec.Huamual Kab.Seram Bagian Barat. Penelitian
ini dilakukan dari tanggal 01 Februari sampai 02 Maret 2015. Subjek
penelitian ini adalah 15 orang panelis dengan objek penelitian adalah buah pisang yang telah
matang fisiologinya sebanyak 84 buah dan untuk tiap-tiap perlakuan diambil
secara purposive sampling.
Hasil
penelitian penggunaan metode pemberian larutan ethrel yang berbeda ternyata perendaman mempunyai warna buah
kuning cerah, dengan nilai 4,2 ditemukan bahwa perendaman mempunyai cita rasa
yang sangat khas yaitu rasa manis, dengan nilai 4,1 dan tekstur yang dihasilkan
perendaman memiliki tekstur agak lunak dengan nilai 3,9 Hal ini di sampaikan
para panelis setelah melihat meraba, dan mencicipi hasil pemeraman yang
digunakan.
Hal
ini dikarenakan larutan ethrel dapat menghasilkan gas etilen, gas ini
menyebabkan proses pematangan yang meningkat drastik. Perubahan pada buah
dikarenakan adanya perubahan fisiologi
pada warna rasa, dan tekstur, tetapi pemeraman yang baik pada perendaman dengan
suhu kamar 380C dengan jangka waktu 3 hari menunjukan buah matang
sempurna dengan warna buah kuning cerah, rasa manis, dan tekstur agak lunak
dengan pemberian skor 5 dengan perlakuan V1 lebih baik dengan
perlakuan yang lain.
Kata Kunci : Larutan
ethrel, tingkat kematangan, pisang kepok (Musa
acuminate L).
1Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Biologi
2Pembimbing 1
3Pembimbing
2
|
DAFTAR
ISI
|
Halaman
|
|
|
HALAMAN JUDUL ………………………………………….….……..
LEMBARAN PENGESAHAN ……………………….………..……….
LEMBAR PERNYATAAN …………………………….……..………..
MOTTO …………………………………………………….….………..
PERSEMBAHAN ………………………..……….……………………..
RIWAYAT STUDI ……………………………………..........................
KATA PENGANTAR …………….……….…….……………………...
ABSTRAK
………………………………….…….……….…….………..
DAFTAR ISI ………………………………..……………….………….
DAFTAR TABEL ….……………………….….…….……….…………
DAFTAR GAMBAR ...……….………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN
………………………..………….……………
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang ……………….…………….…………………..
1.2.
Rumusan Masalah
………………………….………………….
1.3.
Tujuan Penelitian ……….…………….…….…………….…...
1.4. Manfaat Penelitian ……….…………………….……………….
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
.…………………….………………
1.6.
Penjelasan Istilah
……….……………………….……………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi
Tanaman Pisang Kepok ….………………………
2.2.
Tanaman Pisang
Kepok ……………….……….……………..
2.3.
Nilai Gizi
Buah Pisang …………………………..…………...
2.4.
Morfologi Tanaman
Pisang Kepok ……………….………….
2.5. Ciri Ciri Tingkat Kematangan Buah
Pisang ….……………...
2.6. Pemanenan buah pisang ……………………………………...
2.6.1.
Umur Panen
.……………….………………...............
2.6.2.
Waktu
Panen ………………………………………...
2.7.
Proses Pemeraman Pada Buah Pisang ..…………….………..
a.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kematangan Buah ….……..
b.
Uji
Organoleptik ……………………………………………….
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Tipe Penelitian ………………………….….………………….
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .………….………….……….…
3.2.1.
Tempat …………………………..………….…………
3.2.2.
Waktu …………………………….……….…………..
3.3.
Objek Penelitian ……………………………..…….…………..
3.4. Rancangan Penelitian …………..……………..………….........
3.5.
Variabel Penelitian
………………………….…..……………...
3.6.
Alat dan Bahan ……………………………….………………...
3.6.1.
Alat ………………………...…….…..………………..
3.6.2.
Bahan …………………………….…..………………..
3.7.
Prosedur Kerja ………………….………….…..……………….
3.7.1.
Persiapan ……………………………..……………….
3.7.2.
Pelaksanaan ……………………….…..………………
3.8.
Teknik Analisis Data
.………………………...…………………
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian …………………………………..……………..
A.
Karakteristik
Lokasi Penelitian ……………….……………
B.
Hasil
Penelitian …………………………………………….
C.
Pembahasan ……………………………………………….
1.
Warna
Buah ……....………………………………….
2.
Rasa ……………..…………………………………….
3.
Tekstur ………………………………………………….
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan …………………………………..………………...
5.2.
Saran …………………………………………...……………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………......
LAMPIRAN-
LAMPIRAN ....................................................................
FOTO
PENELITIAN ……………………………………………………
|
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
x
xi
xiii
xiv
xv
1
4
4
4
5
6
8
8
10
11
16
17
17
18
18
21
24
27
27
27
27
27
28
28
28
28
28
29
29
29
30
31
31
32
35
36
38
39
42
42
43
44
48
|
|
|
DAFTAR
TABEL
|
Halaman
|
|
|
2.1 Perbandingan
Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang …..……………….
4.1
Hasil Penelitian Warna Rasa, Dan
Tekstur ………………………..
|
11
32
|
|
|
DAFTAR
GAMBAR
|
Halaman
|
|
|
2.2 Tanaman Pisang Kepok …..………………………………………....
2.2.
Larutan Ethrel ………………………...............................................
4.1.
Grafik Uji Organoleptik Terhadap Warna Rasa
Dan Tekstur Buah Pisang Kepok ………………………………………………………
|
14
22
32
|
|
|
DAFTAR
LAMPIRAN
|
Halaman
|
|
|
1. Penilaian saudara dengan nember tanda Cek tentang
warna, rasa dan tekstur pada buah pisang kapok ……………….………….......
2. Dekumentasi
Penelitian …………………………………………....
3. Surat
izin penelitian dari dekan FKIP Universitas Darussalam Ambon ……………………….…………………………………....
4. Surat
Keterangan Dari Pemerintah Negri Luhu Kecamatan Huamual Kabupaten Seram
Bagian Barat …………………………………...
5. Surat
Keterangan Izin Penelitian Dari Pemerintah Dususn Saluku …
|
44
48
52
53
54
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan
di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan banyak terdapat serta tumbuh di
daerah tropis maupun subtropis (Munadjim 1983, dalam Werdiningsih, 2008). Pisang merupakan komoditas
buah-buahan yang dominan dalam konsumsi buah-buahan di Indonesia, karena
sekitar 45% dan total konsumsi buah-buahan adalah pisang (Deptan, 2007). Kurang
lebih terdapat 230 jenis pisang di Indonesia, namun tidak semua jenis pisang
yang ada dapat diperoleh di pasaran.
Pisang kepok (Musa acuminate L) merupakan salah satu kultivar
pisang yang terkenal baik di kota
maupun di desa. Selain untuk buah yang dimakan langsung secara segar, pisang
kepok juga banyak digunakan untuk bahan utama berbagai makanan olahan pisang
misalnya keripik pisang, pisang goreng, dan sale pisang. Pisang kepok juga
sering disebut pisang meja karena sering diletakkan di meja sebagai buah
pencuci mulut yang dikonsumsi dalam bentuk buah segar setelah masak di pohon
ataupun melalui proses pemeraman (Rukmana, 1999).
Ada beberapa teknik pemeraman yang biasa dilakukan oleh masyarakat
yakni dengan cara dimasukkan ke dalam tempayan. Pemeraman dengan cara ini
memakan waktu 2-3 hari. Cara pemeraman lain yaitu dengan menggunakan dedaunan.
Beberapa jenis daun yang dapat merangsang pematangan buah adalah daun lamtoro,
daun gamal. Namun pemeraman dengan teknik ini memerlukan waktu 3-4 hari untuk
mendapatkan kematangan buah yang serempak (Zuhairini, 1997).
Cara pemeraman tradisional lainnya dengan cara pengasapan,
pematangan dengan cara ini dilakukan dengan menempatkan buah pisang di dalam
tanah yang sudah digali dan dialasi dengan daun pisang kemudian pisang-pisang
tersebut ditutup dengan gedebok pisang dan tanah. Untuk menyalurkan asap
digunakan bambu, dan proses pengasapan dilakukan selama 36-72 jam kemudian
lubang ditutup rapat dengan tanah selama 4-5 hari agar buah pisang matang
secara seragam (Hukum, 1993). Selain teknik pemeraman secara tradisional para
petani juga sering menggunakan gas etilen untuk
pemeraman buah pisang yang ternyata hasilnya lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan karbid. Pemeraman dengan gas ini paling efektif bila buah
yang diperam mengandung enzim oksidase karena gas berfungsi sebagai koenzim
(Suyanti, 2008).
Larutan ethrel merupakan salah satu
larutan yang berperan sebagai perangsang pemasakan
buah, dan zat pengatur tumbuh ini berupa cairan dapat digunakan pada berbagai
jenis tanaman sesuai
dengan yang diinginkan dari hasil perlakuan zat pengatur tumbuh tersebut. Ethrel adalah larutan yang mengandung bahan
aktif 2 Echloro ethyl phosponic acid yang
dapat menghasilkan etilen secara langsung pada jaringan tanaman. Dari etilen
yang timbul maka kematangan pada buah dapat dipercepat, semakin tinggi
konsentrasi ethrel yang digunakan perubahan warna dan pelunakan buah semakain
cepat, dan pemacuan tersebut
mempercepat penurunan kadar pati
diiringi dengan peningkatan kadar gula dan penurunan keasaman apabila buah
sudah matang, karena asam yang terdapat pada buah akan mengalami perombakan
menjadi glukosa sehingga buah akan terasa manis (Suyanti dan Rani 1989).
Perubahan
kimia yang sangat menonjol pada saat proses pematangan buah pisang adalah
perubahan pati menjadi gula. Kandungan pati pada buah pisang masih muda lebih
dominan. Pada saat buah pisnag sudah matang, sebagian besar kandungan pati akan
digantikan oleh sukrosa, glukosa, dan fruktosa, serta sejumlah kecil maltose,
bersamaan dengan peningkatan kadar gula, kandungan pati menurun sekitar 20 %
pada bagian buah yang masih hijau antara 1 – 2 % dalam buah yang matang. Karena
itu, buah pisang yang sudah matang terasa lebih manis (Mudjajanto, dan Setyo, 2006). Pematangan buah pisang yang
diharapkan meliputi terjadi perubahan fisik maupun kimiawi yakni meliputi
tekstur, warna dan nilai gizinya. Kandungan gizi pada buah pisang antara lain
karbohidrat, protein, mineral seperti fosfor, magnesium, kalium, dan zat besi,
selain itu ada kandungan vitamin juga yakni vitamin A, B dan C (Anonim, 1992).
Pada saat ini masyarakat di Dusun Saluku
menggunakan pematangan buah pisang dengan cara perendaman dan penyemprotan. Perendaman
dilakukan pada buah pisang, buah pisang dimasukan ke dalam wadah berisi air, yang
sudah dicampuri larutan ethrel, proses perendaman dilakukan selam 5 menit, kemudian buah pisang di
pindahkan untuk dilakukan proses pemeraman. Berdasarkan uraian
masalah di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian
dengan judul: Perbandingan tingkat kematangan pisang kepok (Musa
acuminate L) menggunakan metode
pemberian larutan ethrel yang berbeda.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah perbandingan tingkat kematangan pisang kepok (Musa
acuminate L) menggunakan metode
pemberian larutan ethrel yang berbeda?
1.3. Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
tingkat kematangan pisang kepok (Musa acuminate L) menggunakan metode pemberian larutan ethrel yang berbeda.
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kegunaan dan manfaat buah
pisang, serta menambah pengetahuan masyarakat mengenai warna, rasa, dan tekstur
terhadap pemeraman buah pisang yang dipram menggunakan pemberian larutan
ethrel.
2. Bagi
peneliti ini diharapkan dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan (referensi) guna penelitian selanjutnya serta menambah kesanah keilmuan, pengetahuan,
dan pengalaman menulis terutama pada bidang yang di kaji.
3. Bagi
mahasiswa program studi pendidikan biologi yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui perbandingan
pemberian larutan ethrel yang berbeda pada pemeraman yang dapat memacu proses
pematangan.
1.5.
Ruang Lingkup penelitian
Untuk
memperjelas batasan kajian penelitian ini, maka perlu dijelaskan ruang lingkup
penelitian sebagai berikut:
a. Buah
pisang kepok yang digunakan sebanyak 6 sisir sedangkan jumlah sampel keseluruhan adalah sebanyak 84 buah pisang
kepok sesuai perlakuan.
b. Perendaman
dilakukan pada buah pisang kepok selama 5 menit menggunakan larutan ethrel 1 ml
.
c. Penyemprotan
dilakukan pada buah pisang kepok selama 5 menit menggunakan larutan ethrel 1 ml.
d. Pengamatan
dilakukan 3 hari sesudah proses pematangan buah pisang kepok.
e. Wadah
pemeraman dengan menggunakan kantong plastik merah.
f. Kematangan
yang dimaksud adalah kematangan buah pisang berdasarkan indikator warna, rasa, dan
tekstur.
g. Ciri-cirri
pisang matang buah pisang mengalami perubahan warna kulit buah dari hijau
ketika masih mentah, mentah menjadi kekuningan sampai kuning merata ketika
matang.
1.6. Penjelasan Istilah
Untuk
menghindari kesalapahaman maka penulis dapat menjelaskan beberapa istilah
sebagai berikut:
1. Perbandingan yaitu mensejajarkan sesuatu atau
beberapa objek dengan alat pembanding (Turner, 1997).
2. Pisang kepok adalah
jenis pisang yang memiliki tinggi 370 cm
dengan umur berbunga 13 bulan. Batangnya berdiameter 31
cm dengan panjang daun 258 cm dan lebar daun 90 cm, sedangkan warna daun serta tulang daun hijau tua. Bentuk jantung spherical atau lanset. Bentuk buah lurus dengan panjang buah 14 cm dan diameter buah 3,46 cm. Warna kulit dan daging buah matang kuning tua. Produksi pisang kepok dapat mencapai 40ton/ha (Firmansyah, 2012).
3.
Ethrel
adalah zat pengatur tumbuh tanaman berbahan aktif etefon yang di gunakan untuk
memberi warna, mempercepat pemasakan buah dan menguatkan tekstur buah-buahan
hasil panen (Croker 1935).
4.
Pemeraman adalah usaha untuk memacu
kematangan buah secara serentak dengan cara memberikan ruang dengan udara
terbatas disertai zat-zat pemacu kematangan melalui penutupan selama 2-5 hari
(Soewito, 1990).
5.
Kematangan buah
adalah adanya perubahan-perubahan senyawa kimia penyusun buah mentah menjadi
senyawa-senyawa kimia penyusun buah matang perubahan yang dapat dilihat
meliputi warna, aroma, rasa dan bau Denny dan Miller (1935).
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Tanaman Pisang Kepok
Tanaman pisang kepok ( Musa acuminate L ) dapat di klasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom
|
:
Plantae
|
Divisi
|
:
Magnoliophta
|
Kelas
|
:
Liliopsida
|
Ordo
|
:
Zingiberalez
|
Famili
|
:
Musaceae
|
Genus
|
:
Musa
|
Species
|
:
Musa acuminate L.
|
(Kaleka
2013).
2.2. Tanaman Pisang Kepok.
Buah pisang kepok enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu.
Bentuk buahnya agak pipih karenanya sering disebut pisang gepeng dan memiliki
kulit tebal. berbagai jenis buah pisang salah satunya adalah pisang kepok. Jenis yang satu
ini
memiliki ciri-ciri bentuk buah yang
cenderung pipih dan tidak bulat memanjang seperti varian pisang lainnya. Maka dari
itu, disebut juga dengan nama pisang gepeng. Pisang kepok ini termasuk jenis pisang yang lebih enak dikonsumsi.
Berat per tandan dapat mencapai 22 kg memiliki 10-16
sisir, setiap sisir terdiri dari 12-20 buah, bila matang warna kulit buahnya
kuning penuh (Firmansyah, 2012). Pisang kepok merupakan
salah satu buah yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup kompleks, buah ini
sering kali di pergunakan sebagai makanan pokok pengganti nasi karena kandungan
karbohidratnya yang cukup tinggi. Selain kaya akan karbohidrat, pisang kepok
memiliki kandungan Vitamin A yang cukup besar sehingga para penderita katarak
dan rabun senja sangat disarankan untuk mengkonsumsi buah ini. Selain itu manfaat pisang kepok yang paling
penting adalah membantu sistem pencernaan agar tetap bekerja dengan optimal
(Prabawati et al.,2008).
Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan hidup oleh manusia mulai dari bonggol, batang, daun, buah
dan bunga (Prabawati et al., begitu pula dengan pisang kepok. Seluruh
bagian dari tanaman pisang 2008). Bunga pisang disebut juga jantung pisang,
karena bentuknya seperti jantung, bunga pisang, termasuk bunga pisang kepok
biasa dimanfaatkan untuk membuat sayur, karena kandungan protein dan vitamin.
Bunga pisang kepok dapat pula diolah menjadi manisan dan acar (Prabawati et
al., 2008). Daun pisang kepok di manfaatkan masyarakat sebagai bahan
pembungkus. Daun yang tua setelah dicacah, biasa di gunakan untuk pakan ternak
seperti kambing, kerbau atau sapi, karena banyak mengandung unsur yang di
perlukan oleh hewan, daun pisang yang berlebihan dapat pula dimanfaatkan
menjadi kompos (Prabawati et al., 2008).
Batang pisang banyak di manfaatkan
masyarakat, terutama bagian yang mengandung serat. Batang pisang yang sudah
dikupas sering di manfaatkan sebagai pembungkus untuk bibit tanaman sayuran,
dan setelah dikeringkan digunakan untuk tali pada pengolahan tembakau, dan
dapat pula digunakan untuk kompos
(Prabawati et al., 2008). Bonggol pisang adalah umbi batang pisang, di
beberapa daerah, bonggol batang pisang yang muda dapat dimanfaatkan untuk
sayur, dan olahan keripik (Prabawati et al., 2008).
Pisang kepok
atau dikenal dengan pisang gepeng
termasuk buah yang dapat di gunakan sebagai buah meja dan bahan baku produk
olahan atau campuran dalam pembuatan kue. Buah pisang kepok selain dimanfaatkan
sebagai sumber vitamin dan mineral, sebagai buah segar, juga dapat di
manfaatkan menjadi produk olahan antara lain pisang sale, tepung pisang, jam,
sari buah, buah dalam sirop, keripik, dan berbagai jenis olahan kue moderen dan
tradisional antara lain: Kue, nagasari, sarikaya, kolak, pisang goreng, pisang
bakar dan lain sebagainya (Prabawati et al., 2008). Buah pisang juga
sangat berkhasiat untuk penyembuhan penderita anemia, menurunkan tekanan darah,
memberikan tenaga untuk berpikir, kaya serat untuk membantu diet, membantu
perokok untuk menghilangkan pengaruh nikotin, mencegah stroke, mengontrol
temperatur badan terutama bagi ibu
hamil, menetralkan asam lambung dan masih banyak manfaat lainnya bagi kesehatan
(Prabawati et al., 2008).
Selain sumber vitamin dan mineral, buah
pisang juga sangat berkhasiat untuk penyembuhan penderita anemia, menurunkan
tekanan darah, memberikan tenaga untuk berpikir, membantu perokok untuk
menghilangkan pengaruh nikotin, mencegah stroke, mengontrol temperatur badan
terutama bagi ibu hamil, menetralkan asam lambung masih banyak manfaat lainnya
bagi kesehatan.
2.3. Nilai Gizi Buah Pisang.
Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang
baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah
buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor
dan kalsium, juga mengandung vitamin B, B6 dan C serta serotonin yang
aktif sebagai neutransmitter dalam kelancaran fungsi otak.
Nilai energi pisang rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 g sedangkan buah apel
hanya 54 kalori. Karbohidrat pada pisang memberikan energi lebih cepat dari
nasi dan biskuit, sehingga para atlet banyak mengonsumsi pisang saat jeda untuk
cadangan energi. Karbohidrat pada pisang merupakan komplek tingkat sedang dan
tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu yang
tidak terlalu cepat.
Bila dibandingkan dengan jenis makanan
lainnya, mineral pisang khususnya besi dapat seluruhnya diserap oleh tubuh,
kandungan vitamin A tertinggi pada buah pisang kepok dicirikan dengan warna
daging buah kuning kemerahan. Adapun gizi yang dikandung dari beberapa jenis
pisang dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 perbandingan nilai gizi beberapa
jenis pisang.
Varietas
Pisang
|
Kalor
(kalori)
|
Karbohidrat (%)
|
Vitamin C (mg)
|
Vitamin A (SI)
|
Ar (%)
|
Bagian yang dapat dimakan (%)
|
Ambon
Angleng
Lampung
Emas
Raja
Bulu
Raja
Sere
Ul
|
99
68
99
127
120
118
146
|
25,80
17,20
25,60
33,60
31,80
31,10
38,20
|
3
6
4
2
10
4
75
|
140
76
61,80
79
950
112
75
|
72
80,30
72,10
4,20
65,80
67
59,10
|
75
75
75
85
70
85
75
|
Sumber
: Anonymous, 1992.
2.4. Morfologi Tanaman Pisang Kepok
Morfologi tanaman
ini cukup sempurna karena memiliki akar, batang, daun, bunga, dan buah. Tanaman
pisang termasuk dalam golongan terna monokotil tahunan berbentuk pohon yang
tersusun atas batang semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang
tersusun secara rapat teratur, percabangan
tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk
bunga lalu buah, bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang
disebut bonggol, pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang
selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang, buah pisang umumnya tidak berbiji
atau
bersifat partenokarpi (Tjitrosoepomo, 2000).
Tanaman
pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi
tanah, baik tanah datar atau pun tanah miring. Produktivitas pisang yang optimum akan dihasilkan pisang
yang ditanam pada tanah datar pada ketinggian di bawah 500 m di atas permukaan
laut (dpl) dan keasaman tanah pada pH 4,5-7,5, suhu harian berkisar antara 250
C-28 0C dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun. Pisang merupakan
tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tingginya antara 2-9 m,
berakar serabut akar pisang menjalarsecara ekstensif 4-5 meter dari induk
kedalam tanah sedalam 75 cm, akar utama memiliki ketebalan 5-8 mm, berwarna
putih, dari akar utama akan berkembang akar sekunder dan akar tersier, akar
tersier akan semakin menipis dan lebih pendek dari akar utama. Di balakang
ujung akar pada perkembangan akar utama dihasilkan rambut akar yang bertugas
untuk menyerap air dan mineral dengan batang bawah tanah (bongol) yang pendek,
dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru
(Nurbertus Kaleka 2013).
Pisang
mempunyai batang semu yang tersusun atas tumpukan pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga
mencapai ketebalan 20-50 cm. Daun yang paling
muda terbentuk dibagian tengah tanaman,
keluarnya menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif
membuka. Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m,
lebar 30-70 cm, permukaan 9 bawah berlilin,
tulang tengah penopang jelas disertai tulang daun yang nyata, tersusun sejajar
dan menyirip, warnanya hijau, (Nurbertus Kaleka 2013).
Pisang
mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang
berwarna merah kecoklatan, seludang akan lepas dan jatuh ke tanah jika bunga
telah membuka, bunga betina akan
berkembang secara normal, sedang bunga jantan yang berada di ujung
tandan tidak berkembang dan tetap
tertutup oleh seludang dan disebut sebagai jantung pisang. Tiap kelompok bunga
disebut sisir tersusun dalam tandan, jumlah sisir betina antara 5-15 buah, buah
pisang tersusun dalam tandan, tiap tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap
sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada varietasnya. Buah
pisang pada umumnya tidak berbiji atau disebut 3n (triploid), kecuali pada
pisang batu (klutuk) bersifat diploid (2n), Proses pembuahan tanpa menghasilkan biji disebut
partenokarpi (Rukmana, 1999).
Ukuran buah
pisang bervariasi, panjangnya berkisar antara 10-18 cm dengan diameter sekitar
2,5-4,5 cm. Buah berlingir 3-5 alur, bengkok dengan ujung meruncing atau
membentuk leher botol. Daging buah (mesokarpa) tebal dan lunak. Kulit buah
(epikarpa) yang masih muda berwarna hijau, namun setelah tua (matang) berubah
menjadi kuning dan strukturnya tebal sampai tipis, buah pisang termasuk buah
buni, bulat memanjang, membengkok, dengan kulit berwarna hijau, kuning, atau
coklat. Tiap kelompok buah atau sisir terdiri dari beberapa buah pisang.
Berbiji atau tanpa biji. Bijinya kecil, bulat, dan warna hitam. Buahnya dapat
dipanen setelah 80-90 hari sejak keluarnya jantung pisang (Cahyono, 2002). Morfologi
tanaman pisang kapok (Musa acuminate
L) dapat dilihat pada Gambar 2.1. berukut:
Gambar 2.1 Tanaman Pisang Kepok (Kaleka 2013).
1.
Akar.
Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar
tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di bagian
bawah tanah. Akar ini tumbuh menuju bawah sampai kedalaman 75 -150 cm. Akar
yang berada di bagian samping umbi batang tumbuh kesamping atau mendatar akar
samping bisa mencapai 4-5 m dalam perkembangannya.
2. Batang.
Batang pisang sebenarnya terletak dalam tanah
berupa umbi batang. Bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang
menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung).
Batang yang berdiri tegak diatas tanah yang biasanya dianggap batang sebenarnya
adalah batang semu. Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang
saling menelungkup dan menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri
tegak seperti batang tanaman. Tinggi batang semu ini berkisar 3,5-7,5 m
tergantung jenisnya.
3. Daun.
Daun pisang kepok letaknya tersebar, helaian
daun terbentuk lanset memanjang. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang
panjangnya antara 30-40 cm. Dan lebar daun 90 cm, daun pisang merupakan daun lengkap
karena memiliki helai daun, tangkai dan pelepah. Daun pisang mudah sekali robek
atau terkoyak oleh hembusan angin yang keras karena tidak mempunyai tulang-
tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun.
4. Bunga
Bunganya berkelamin satu, berumah satu dalam
tandan. Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun
pelindung berwarna merah tua, dan mudah rontok dengan panjang 10-25 cm. Bunga
tersusun dalam dua baris melintang. Bunga betina berada di bawah bunga jantan
(jika ada). Lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi, panjangnya 6-7 cm.
Benangsari 5 buah pada bunga betina tidak sempurna, bakal buah persegi, sedang
pada bunga jantan tidak ada.
5. Buah
Terbentuk sisir kesatu sesudah bunga keluar,
kemudian memanjang lagi dan terbentuk sisir kedua, ketiga, dan seterusnya.
Jantungnya perlu dipotong sebab sudah tidak bisa menghasilkan sisir lagi. Berat per
tandan dapat mencapai 22 kg jumlah buah pisang kepok memiliki 10-16 sisir. Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah panjang buah 14-16 cm. Bentuk jantung spherical
atau lanset bila
matang warna kulit buahnya kuning penuh.
2.5. Ciri Ciri Tingkat Kematangan Buah
Pisang
Selama kematangan buah
pisang terjadi perubahan warna kulit buah dari hijau ketika masih mentah
menjadi kekuningan sampai kuning merata ketika matang. Seiring dengan proses
pematangan, warna kulit pisang akan mengalami perubahan dari hijau gelap
menjadi hijau terang dan terakhir akan berwarna kuning. Hal tersebut terjadi
karena klorofil mengalami degradasi struktur disertai menurunnya konsentrasi
klorofil pada kulit pisang hijau menjadi nol pada stadia matang penuh sehingga
terbentuk pigmen kuning, perubahan warna menjadi petunjuk yang mudah untuk
melihat tingkat kematangan buah pisang (Simmonds, 1966).
Perubahan fisiologis
yang terjadi pada buah pisang selama proses kematangan buah adalah terjadinya.
Perombakan klofil ini dapat ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada buah
dari hijau ke warna kuning.– Degradasi senyawa pektin menjadi protopektin, ini
ditandai dengan terjadi perubahan tekstur dari buah. Makin berkurang kandungan
pektin buah maka kekerasan (tekstur) buah akan menurun/berkurang, jadi semakin
matang buah semakin lunak teksturnya. Terjadi perubahan perbandingan berbagai
gula, ini ditandai dengan semakin matang buah maka akan semakin manis, karena
terjadinya peningkatan kandungan gula di dalam buah, Perubahan fisiologis
inilah yang akan dijadikan sebagai input pada jaringan syaraf tiruan, dan
outputnya adalah tingkat kematangan dari buah pisang, karena menggunakan
perubahan fisiologis pada buah diharapkan sistem dapat dengan tepat memprediksi
tingkat kematangan buah pisang (Pantastico, 1986).
Penilaian penentuan
untuk tingkat kematangan berdasarkan perbedaan warna, pisang semakin tua maka
warna hijau semakin berkurang dan warna kuning semakin banyak, untuk mutu
berdasarkan cacat kulit dapat dilihat dari permukaan buah pisang, yang cocok
untuk pemutuan dan penentuan tingkat kematangan pisang ( Kuntarsih 2012 ).
2.6. Pemanenan Buah Pisang
Tingkat ketuaan buah merupakan faktor penting
pada mutu buah pisang. Buah yang dipanen kurang tua, meskipun dapat matang,
namun kualitasnya kurang baik karena rasa dan aromanya kurang baik. Rasa buah
pisang manis dan aroma buah kuat apabila dipanen terlalu tua, tetapi memiliki
daya simpan yang pendek (Kuntarsih, 2012).
2.6.1. Umur panen
Panen pisang ditentukan oleh umur buah dan
bentuk buah. Waktu panen pisang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan
menghitung jumlah hari dari bunga mekar sampai siap dipanen atau dengan melihat
bentuk buah. Buah dipanen berumur 80-100 hari, tergantung varieta (Kuntarsih,
2012). Menurut Kuntarsih (2012) buah yang tua biasanya sudut buah tumpul dan
membulat, daun bendera mulai mengering, bekas putik bunga mudah patah.
Tanda-tanda ketuaan buah pisang secara fisik diantaranya sebagai berikut:
a.
Warna
buah hijau kekuningan. Buah pisang dengan tingkat kematangan penuh, pada
tandannya akan ada buah yang sudah masak (2-3 buah).
b.
Tangkai
di putik telah gugur.
2.6.2. Waktu panen
Pemanenan pisang dapat dilakukan pada pagi
(jam 07.00-10.00) atau sorehari (jam 15.00-17.00) dalam keadaan cerah, namun
yang paling baik adalah pagi hari. Pemanenan tidak dianjurkan pada waktu hujan
karena dapat meningkatkan serangan busuk buah pada saat disimpan (Kuntarsih,
2012).
2.7. Proses
Pemeraman Pada Buah Pisang.
Buah pisang yang telah matang sangat mudah
dikenali melalui perubahan warna kulitnya, oleh karena itu indeks warna kulit
menjadi penting, dan digunakan sebagai penanda tingkat
kematangan buah pisang. Pisang merupakan jenis buah-buahan yang tergolong
sebagai buah klimakterik, sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses
fisiologi dengan menghasilkan etilen dan karbon dioksida dalam jumlah yang meningkat drastis, serta
terjadi proses pematangan buah (Wills et al., 1999).
Buah pisang segar dan matang yang siap
dikonsumsi dalam jumlah besar kadang-kadang cukup sulit didapat, hal ini
disebabkan tingkat ketuaan buah yang dipanen sering tidak sama. Tingkat ketuaan
berbeda inilah yang menyebabkan waktu pematangan juga tidak sama, sehingga
untuk mendapatkan buah yang seragam tingkat kematanganya dalam jumlah yang
besar perlu dilakukan pemacuan kematangan tindakan pemacuan ini biasanya
disebut dengan istilah pemeraman, Buah yang cukup tingkat ketuaanya akan
menjadi matang dalam 4-5 hari setelah panen tanpa perlakuan pemeraman, tetapi
kematanganya tidak seragam dan warnanya kurang menarik. Diketahui bahwa hormon
yang berpengaruh terhadap proses pematangan adalah etilen. Buah pisang yang kurang matang rasanya kurang manis
dan aromanya juga kurang kuat, buah yang demikian mutunya rendah sehingga
harganya murah ( Satuhu, 1996 ).
Menurut ( Endah, 1997 ). Menyatakan mendapatkan buah pisang yang
matangnya secara serempak (seragam) dengan warna yang menarik diperlukan
pemeraman proses pemeraman sering di
lakukan pada buah pisang, pemeraman bertujuan untuk mempercepat kematangan buah
dan menyeragamkan kematangan buah banyak cara yang di lakukan untuk pemeraman
buah pisang bertujuan untuk mempercepat proses pematangan buah secara serempak
sehingga mendapatkan kematangan buah dan warna yang seragam. Pemeraman dapat
dilakukuan dengan berbagai macam cara, antara lain sebagai berikut :
a. Pemeraman
daun gamal muda menghasilkan etilen cukup banyak dibandingkan daun tua,
penggunaan daun sejumlah 20-40% dari berat buah yang diperam dengan lama
pemeraman 24-48 jam dapat mempercepat pematangan sekitar 2-4 hari (diperam:
matang dalam 3-4 hari, tanpa diperam: matang antara 6-7 hari) penggunaan jumlah
daun yang semakin banyak makin cepat buah menjadi matang dan akibatnya buah
juga cepat rontok. Karena buah terpacu cepat matang.
b. Pemeraman
di dalam tempayan tanah liat yang diikuti dengan pengasapan secukupnya agar
udara di dalam tempayan menjadi panas dengan perlakuan ini, buah pisang akan
matang 2-3 hari.
c. Pemeraman dengan batu karbit atau kalsium karbida untuk
mempercepat pematangan buah pisang caranya, batu karbit sebanyak 0,05% dari
berat buah pisang, dibungkus dengan kertas koran dan dipercikkan air. Karbit
kemudian diletakkan pada bagian bawah kemasan, kemudian diletakkan buah pisang
dan ditutup rapat. Kondisi demikian dibiarkan selama 36 jam dalam ruangan
dengan sirkulasi udara yang baik. Setelah waktu stimulasi tercapai, buah
dikeluarkan dan diatur pada rak-rak untuk memberi kesempatan matang sempurna.
Beberapa daun tanaman menghasilkan etilen
sehingga sering digunakan sebagai pemacu pematangan daun Gliricidia biasa d gunakan oleh petani di pedesaan
Filipina untuk mempercepat pematangan buah pisang, sementara para petani di
Sukabumi banyak menggunakan daun Albizzia. Jika akan menggunakan daun
tersebut, perlu dipetik satu hari sebelumnya, karena pada saat tersebut
produksi etilen tertinggi dengan periode waktu yang lama (24-48 jam), masing
masing 0,73-0,89 ppm pada daun Albizzia dan 0,20-0,24 ppm pada Gliricidia buah pisang dapat dipanen tua sebelum matang
kemudian dilakukan pemeraman untuk mendapatkan buah matang Selain
daun Albizzia dapat pula dipergunakan
daun mindi (Melia azedarach) atau daun picung (Endah, 1997).
a. Faktor
Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Buah.
Pemeraman setidaknya dilakukan sampai buah memiliki indeks warna, dimana kondisi buah sudah
mulai menguning namun tekstur masih keras dan tahan untuk dikirimkan ke
tempat pemasaran. Stimulasi pematangan
sering dilakukan dengan menggunakan gas etilen, atau ethrel. Jika menggunakan
gas etilen dengan waktu kontak cukup 24 jam. Kesempurnaan hasil pemeraman
dipengaruhi oleh dosis bahan pemacu pematangan, suhu, kelembaban dan sirkulasi
udara. Proses pematangan yang berjalan sempurna (suhu sejuk, kelembaban tinggi,
ventilasi udara di tempat pemeraman baik, dosis bahan pemacu pematangan tepat)
menghasilkan warna kulit buah pisang kuning merata, rasa buah manis, aroma kuat
dan tidak mudah rontok. Proses pematangan tersebut terjadi pemecahan khlorofil,
pati, pektin, dan tanin yang diikuti dengan pembentukan senyawa etilen, pigmen,
flavor, energi dan polipeptida (Pantastico,1975). Senyawa etilen inilah yang
merupakan hormon yang aktif dalam proses pematangan buah. Diketahui bahwa hormon yang berpengaruh terhadap
proses pematangan adalah etilen. Beberapa daun tanaman menghasilkan etilen
sehingga sering digunakan sebagai pemacu pematangan. Teknik pematangan buah
pisang diantaranya:
Ethrel adalah larutan yang mengandung bahan kimia
2 Echloro ethyl phosponic acid yang
dapat menghasilkan etilen secara langsung pada jaringan tanaman. Dari etilen
yang timbul maka kematangan pada buah
dapat dipercepat, semakin tinggi konsentrasi ethrel yang di gunakan perubahan
warna dan pelunakan buah semakain cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan
peningkatan kadar gula dan dan penurunan keasaman. Suyanti dan Rani (1989). Penggunaan
ethrel (500, dan 1500) ppm, mempercepat buah pisang menjadi matang pada hari
ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada hari ke-10, penggunaan ethrel
dapat menyeragamkan kematangan pada pisang, yang seringkali tidak merata.
Penerapannya, buah dicelup dalam larutan ethrel 1000 ppm selama 30 detik 1 ml
dalam 1 liter air bersih, menjadi matang dalam waktu 4-5 hari. Kemasan ethrel dapat dilihat pada Gambar
2.2. berikut:
Gambar 2.2 Larutan Ethrel (PT. Socfin Indonesia).
Ethrel
adalah suatu larutan yang mengandung bahan aktif etefon yang digunakan untuk
memberi warna pada buah, mempercepat pemasakan dan menguatkan tekstur
buah-buahan hasil panen, cara kerja ethrel bersifat sistemik, ia akan masuk ke
dalam jaringan tanaman kemudian mengaktifkan metabolisme tanaman dalam fungsi
pemasakan buah, dan perataan warna pada buah, biasa digunakan untuk tanaman tomat, apel, kopi,
nanas, padi, pisang, cabai, dan tembakau serta tanaman-tanaman panen lainnya
(Suyanti dan Hartini rani 1988).
Kandungan kimia etilen berada dalam bentuk
gas (C2 H4) dengan struktur kimia yang sangat sederhana, etilen dihasilkan pada proses respirasi
buah, dan jaringan lainnya di dalam tanaman, karena dihasilkan oleh tanaman
dalam jumlah banyak maka hormon ini dapat mempercepat pemasakan buah. Struktur
kimia etilen sangat sederhana sekali yaitu terdiri dari dua atom karbon dan
empat atom hydrogen, biosintesis etilen terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu
terjadi perubahan dari senyawa awal asam amino metionine atas bantuan cahaya
dan FMN ( Flavin Mono Nucleotida ) menjadi metionil, senyawa tersebut mengalami
perubahan atas bantuan cahaya dan FMN menjadi etilen, methyl disulphide dan
formic acid. Akhir-akhir ini zat tumbuh etilen hasil sintetis (buatan Manusia)
banyak yang beredar dan diperdagangkan bebas dalam bentuk larutan adalah ethrel.
Beberapa kegunaan fungsi dan manfaat ethrel antara lain:
Mencerahkan
dan memberi warna pada buah-buahan tanaman seperti cabai, pisang, tomat, dan
nanas, mempercepat pemasakan dan penyeragaman warna buah, memperkuat tekstur
buah yang matang agar mudah dipanen dan mengurangi risiko kerusakan buah,
meningkatkan daya simpan hasil panen komoditi yang akan digunakan untuk
pengolahan (Prasetyo Siagian 2009).
Pisang kepok (Musa paradisiaca L) salah satu pisang
yang banyak dikonsumsi masyarakat setelah diolah. Pisang kepok dengan warna
daging buah bertekstur agak keras dengan bintik bintik coklat dan aroma yang
kurang harum, kulit buah sangat tebal, dan berwarna hiaju kekuningan pada buah
yang telah masak. Pisang kepok setelah dipanen akan dilakukan proses pematangan
dengan larutan ethrel hingga matang dan siap dikonsumsi atau dijual, pemberian
larutan ethrel dapat digunakan untuk mematangkan buah tua atau mentah,
Pengusahaan secara besar-besaran menggunakan ethrel untuk mempercepat proses
pematangan pemeraman pisang dengan pemberian ethrel baik digunakan pada skala
produksi banyak agar kematangan pisang merata dan penampakan buah lebih menarik
(Suhartono, 2011).
b.
Uji Organoleptik
Uji Organoleptik atau uji indera atau uji sensori
sendiri merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat
utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk dan adanya contoh
(sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Tujuan diadakannya
uji organoleptik terkait langsung dengan selera. Setiap orang di setiap daerah
memiliki kecenderungan selera tertentu sehingga produk yang akan dipasarkan
harus disesuaikan dengan selera masyarakat setempat.
Adapun syarat-syarat yang harus ada
dalam uji organoleptik adalah adanya contoh (sampel), adanya panelis, dan
pernyataan respon yang jujur. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang
menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian
indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan,
mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah
diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut, dalam Uji
organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan
kelemahan.
Uji organoleptik didasarkan pada
kegiatan penguji-penguji rasa (panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji,
dan menilai secara organoleptik. Sensoris berasal dari kata “sense” yang berarti timbulnya rasa, dan timbulnya
rasa selalu dihubungkan dengan panca indera. Leptis berarti menangkap atau
menerima. Jadi pengujian sensoris atau organoleptik mempunyai pengertian dasar
melakukan suatu kejadian yang melibatkan pengumpulan data- data, keterangan-keterangan
atau catatan mekanis dengan tubuh jasmani sebagai penerima. Pengujian secara
sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/ aroma,
penglihatan, sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan.
Sebagai contoh rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor pengamatan yang
masing-masing mempunyai sifat tersendiri. Contoh keterlibatan panca indera
dalam uji organoleptik, yaitu:
1. Rasa (“taste”) dengan 4 dasar sifat
rasa, yaitu manis, asam, asin dan pahit.
2. Tekstur (“konsistensi”) adalah hasil
pengamatan yang berupa sifat lunak, liat, keras, halus, kasar, dan sebagainya.
3. Bau (“odour”) dengan berbagai sifat
seperti harum, amis, apek, busuk, dan sebagainya.
4. Warna merupakan hasil pengamatan
dengan penglihatan yang dapat membedakan antara satu warna dengan warna
lainnya, cerah, buram, bening, dan sebagainya.
5. Suara merupakan hasil pengamatan
dengan indera pendengaran yang akan membedakan antara kerenyahan (dengan cara
mematahkan sampel), melempem, dan sebagainya
Panelis dalam Pengujian Sensori
Pelaksanakan penilaian uji organoleptik diperlukan panel sebagai instrument
atau alat. Panel terdiri dari sekelompok orang yang bertujuan menilai sifat
atau mutu komoditi berdasarkan kesan subyektif. Sedangkan orang yang menjadi
anggota panel disebut panelis (Turner, 1997).
BAB
III
METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah
bersifat deskriptif untuk mengetahui tingkat kematangan
pisang kepok (Musa acuminate L) menggunakan
metode pemberian larutan ethrel yang berbeda.
3.2. Tempat
Dan Waktu Penelitian
3.2.1.
Tempat.
Penelitian
ini dilaksanakan di Dusun Saluku, Kecamatan Huamual
Kabupaten Seram Bagian Barat
(SBB) Desa Luhu.
3.2.2.
Waktu
Penelitian dilakukan dari tanggal 01 Februari
sampai 02 Maret 2015.
3.3.
Objek
Penelitian
Objek dalam penelitian
ini adalah buah pisang kepok, dengan tingkat kematangan tua secara fisiologi
yang dipakai sebanyak 6 sisir. Pengambilan sampel dilakukan secara teknik purposive sampling diambil buah pisang
kepok yang baik (saat ambil buahnya segar), sedangkan jumlah sampel keseluruhan
adalah sebanyak 84 buah pisang kepok yang diambil dari 1 tandan, sesuai jumlah
perlakuan. Sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah panelis yang berjumlah
15 0rang.
3.4. Rancangan
Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
Faktor perlakuan :
V1 = Perendaman dengan larutan
ethrel 1 ml.
V2 = penyemprotan dengan larutan ethrel 1 ml
3.5. Variabel
Penelitian
Variabel yang diamati ada dua yaitu:
1.
Variabel
Bebas (X) adalah perendaman dan penyemprotan.
2.
Variabal
Terikat (Y) adalah tingkat kematangan buah pisang kepok.
3.6.
Alat
dan Bahan
3.6.1.
Alat
|
Fungsi
|
a. Pulpen,
buku
|
Untuk
alat tulis menulis
|
b. Gelas
ukur
|
|
c. 2
buah kantong plastic
|
Untuk
membungkus pisang
|
d. Ember
|
Sebagai tempat perendaman
|
e. 2
buah kardus
|
Sebagai
tempat pematangan buah pisang
|
f. Tabung
g. Tali
raffia
|
Sebagai
tempat penyemprotan
Untuk mengikat kardus
|
h. Parang/pisau
|
Untuk
pemotongan
|
i.
Kamera/hendpone
|
Sebagai
alat dekumentasi
|
3.6.2. Bahan
a.
Buah pisang kepok sebanyak 6 sisir.
b.
Larutan ethrel.
3.7.
Prosedur
Kerja
3.7.1.
Persiapan
1. Mempersiapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kerja di lokasi penelitian.
2. Menyiapkan
larutan ethrel 2 ml untuk proses perendaman dan penyemprotan.
3. Pisang
kepok yang dipaki sebanyak 6 sisir dan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 84
buah yang diambil dari kebun yang ada di dusun Saluku yang akan dipotong dari
pohonnya dianggap baik untuk penelitian.
3.7.2.
Pelaksanaan
1. Buah
pisang kepok direndam ke dalam ember yang sudah terisi satu liter air yang
sudah dicampuri larutan ethrel sebanyak 1 ml kemudian di biarkan selama
5 menit setelah itu pisang diangkat. Kemudian melakukan penyemprotan pada
buah pisang kapok selama 34 kali dengan larutan ethrel 1 ml yang sudah
dicampuri satu liter air, penyemprotan selama 5 menit, dan pisang yang
sudah dapat direndam dan disemprot dengan larutan ethrel kemudian pisang
dibungkus dengan kertas/plastik setelah itu ikat kresek/plastik rapat-rapat, dan dimasukkan ke dalam kardus,
kemudian kardus ditutup. Setelah itu diberi perlakuan
sesuai dengan rencana dan rancangan penelitian.
2.
Setelah itu
pematangan buah pisang kepok akan diamati setelah 3 hari.
3.
Menilai kematangan berdasarkan indeks
warna, rasa, dan tekstur pada buah pisang kepok.
3.8.
Teknik
Analisis Data
Data akan dianalisis secara deskriptif berdasarkan
hasil yang diperoleh dari lapangan berupa dokumen dan
buku
serta
informasi dari
masyarakat. Yaitu, petani. Data yang didapat dari
penelitian selanjutnya dianalisis secara
indeks warna kulit pada buah pisang, pada uji organoleptik yaitu, warna rasa
dan tekstur.
1.
Skor pengamatan terhadap buah
pisang sebagai berikut :
Kematangan buah pisang berdasar indeks warna kulit
|
Skor
|
Hijau
|
1
|
Hijau Kuning
|
2
|
Hijau bergaris garis
|
3
|
Kuning
|
4
|
Kuning cerah
|
5
|
2.
Sedangkan rasa manis dengan menggunakan
nilai skor sebagai berikut :
Tidak manis, sangat sepat
|
1
|
Tidak manis, sepat
|
2
|
Agak manis, sepat
|
3
|
Manis sedikit sepat
|
4
|
Manis
|
5
|
3.
Tekstur kekerasan pada buah pisang
dengan menggunakan nilai skor sebagai berikut :
Keras
|
1
|
Keras sedikit melunak
|
2
|
Sedang
|
3
|
Lunak
|
4
|
Agak Lunak
|
5
|
(Smith,
2003)
Rata-rata skor =
(Tuasikal
2011)
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Penelitian
A.
Karakteristik
lokasi penelitian
Dusun
saluku merupakan salah satu dusun dalam wilayah Kecamatan Huamual, Kabupaten
Seram Bagian Barat dengan luas wilayah ( 1,1 Km2 ). Dengan batas Dusun
sebagai berikut :
-
Sebelah Utara berbatasan dengan : Dusun Batu Lubang
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Negeri Hitu
-
Sebelah Barat berbatasan dengan : Dusun Laela
-
Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Luhu
Dusun
saluku secara topografi terdiri dari wilayah pegunungan dan lembah berada
diatas permukaan laut 0 sampai dengan 2000 m. Suhu di daerah ini sangat
berfariasi 17OC sampai 31OC saat paling panas. Jenis
tanah yang ada di wilayah dusun saluku terdiri dari : Tanah liat, Tanah
berwarna kehitam - hitaman ( tanah humus ).
Jumlah
penduduk Dusun Saluku berdasarkan sensus tahun 2014 ada sebanyak 240 kepala
keluarga ( KK ) dengan jumlah penduduk 1050 jiwa. Pengembangan potensi
sumberdaya pertanian khususnya pada komoditas unggulan lokal seperti 1: ( Cengkeh, pala, coklat, dan umbi
kayu), 2 ; Holtikultura ( Pisang, langsat, mangga dan nangka ), 3 ; Sayuran (
Tomat, cabai, pepaya, dan sawit ) sangat memberikan kontribusi terhadap
pendapatan keluarga petani. Namun untuk memacu pada daya asing pasar faktor
pencapaian mutu serta kualitas produksi belum mencapai target yang ditentukan.
Pisang merupakan salah satu kebutuhan yang sangat diperlukan di Dusun Saluku.
Hal ini karena proses hajatan kerja setiap masyarakat di Dusun Saluku selalu
melibatkan pisang sebagai suatu kebutuhan. Adanya peningkatan tersebut
menyebabkan para petani pisang semakin memperhatikan produksi pisang ( Kantor
Dusun Saluku 2014 ).
B. Hasil Penelitian
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan larutan ethrel yang berbeda memberikan
pengaruh terhadap kematangan buah pisang kepok. Dengan cara perendaman lebih
baik dari pada penyemprotan hal ini ditunjukkan pada Tabel 4.1 warna rasa, dan
tekstur.
No
|
Kode Sampel
|
Warna
|
Rasa
|
Tekstur
|
1
|
V1
|
4,2
|
4,1
|
4,9
|
2
|
V2
|
3,8
|
3,6
|
3,5
|
Sumber data: hasil penelitian 2015
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa.
a.
Warna buah pisang
Berdasarkan
Tabel 4.1 diatas maka para panelis lebih suka hasil pemeraman dengan
menggunakan cara perendaman yaitu dengan nilai 4,2. Dan memberikan skor 5 pada
warna buah pisang tersebut karena warna pisangnya yang begitu menarik disusul
dengan pemeraman dengan cara penyemprotan dengan nilai 3,8 dengan skor nilai 5.
Hal ini karena proses pemeraman dengan menggunakan perendaman menghasilkan
warna kuning cerah. Grafik 4.1 berdasarkan uji organoleptik terhadap warna buah
pisang kepok dengan menggunakan metode pemberian larutan ethrel yang berbeda digambarkan
pada tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa
perbedaan warna buah pisang pada masing-masing perlakuan yakni dengan menggunakan perendaman dengan skor 5, pemeraman dengan penyemprotan memiliki skor 5 sebagaimana terlampir pada
lampiran 1.
b. Rasa
buah pisang
Hasil
penilaian rasa dengan menggunakan metode pemberian larutan ethrel yaitu pada pemeraman
dengan cara perendaman mempunyai skor 4,1. Pemeraman dengan cara penyemprotan dengan skor 3,6. Berdasarkan tabel 4.1 diatas maka para panelis
lebih suka hasil pemeraman dengan menggunakan cara perendaman yaitu dengan
nilai 4,1 dan memberikan skor 5 pada warna buah pisang tersebut. Disusul dengan
pemeraman dengan cara penyemprotan dengan nilai 3,6 dengan skor nilai 5 hal ini
karena proses pemeraman dengan menggunkan cara perendaman menghasilkan warna
kuning cerah. Dari tabel 4.1 diatas maka
perbandingan kualitas indikator warna,
rasa, dan tekstur antara ke dua pemeraman pada buah pisang dapat dilihat pada
grafik. Dari tabel 4.1 tersebut menunjukkan bahwa nilai skor untuk penilaian
rasa terdapat pada pemeraman dengan menggunakan cara perendaman dengan skor 4,1
disusul dengan pemeraman dengan cara penyemprotan dengan niai skor 3,6.
c. Tekstur
pisang kepok.
Hasil
penilaian kekerasan yang dilakaukkan oleh 15 panelis pada penggunaan metode
pemberian larutan ethrel yang berbeada yakni pemeraman dengan cara perendaman
dan penyemprotan . Berdasarkan tabel 4.1 diatas maka para panelis lebih suka
hasil pemeraman dengan menggunakan cara perendaman yaitu dengan nilai 3,9 dan
memberikan skor 5 pada tekstur buah pisang tersebut. Disusul pemeraman dengan
cara penyemprotan dengan nilai 3,5 dengan skor nilai 5. Hal ini karena proses
pemeraman dengan menggunakan perendaman menghasilkan warna kuning cerah.
Dari
tabel 4.1 diatas maka perbandingan kualitas indikator warna, rasa, dan tekstur
antara kedua pemeraman pada buah pisang dapat di lihat pada grafik. Berdasarkan
hasil penilaian tekstur yang dilakukan oleh 15 panelis seperti yang tertera
pada Tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa untuk pemeraman dengan perendaman memilki skor 5, dan sebaliknya
pemeraman dengan penyemprotan memiliki skor 5 sebagaimana terlampir pada lampiaran 4.
C.
Pembahasan
Buah
pisang adalah salah satu buah yang sering dikonsumsi segar oleh manusia. Buah
pisang kepok merupakan buah yang memiliki kandungan karbohidrat
yang cukup tinggi dengan nilai estetikanya sebagai pisang meja.
Berdasarkan
hasil deskripsi penelitian pada Tabel 4.1 dan Grafik 4.1 perbandingan uji
organoleptik menunjukkan bahwa penggunaan metode pemberian larutan ethrel
dengan cara perendaman memiliki nilai kesukaan warna, rasa, dan tekstur dengan
skor tertinggi, disusul dengan menggunakan cara penyemprotan. Dari tanggapan
para panelis terdapat di Dusun Saluku ethrel
mampu memacu kematangan buah lebih cepat dalam hal pemeraman pisang, dan tidak
pernah melihat tentang rasa dari pisang yang diperam namun pada saat
melakukan penelitian dengan menggunakan
uji organoleptik yang diberikan kepada para panelis dengan memberikan buah yang
memakai cara pemeraman dengan perendaman, ternyata didapat bahwa jauh mempunyai
cita rasa yang sangat enak.
Dari
hasil peneliti yang
dilakukan dengan menggunakan metode pemberian larutan ethrel tersebut peneliti
menggunakan instrumen penelitian terhadap warna, tekstur, dan rasa sebagaimana
terlampir, dan ditemukan ternyata proses pemeraman dengan menggunakan perendaman
lebih baik dari pada proses penyemprotan. Menurut beberapa panelis proses
pemeraman dengan cara perendaman mempunyai cita rasa yang lebih manis yaitu
senyawa sejenis protein yang disebut marakulin yang menempel pada sensor rasa
manis di lidah berbeda dengan rasa manis yang dihasilkan dengan pemeraman yang
lain, serta tingkat kekerasan yang keras yang memilki warna kuning sekali yang
memiliki nilai estetika tersendiri. Hal ini karena pisang yang berada dalam
karton mengalami proses yang sangat sederhana yaitu disimpan pada suhu terendah
yang dianggap masih aman sehinngga nilai gizi yang terkandung pun tidak hilang.
Bila di bandigkan dengan pemeraman dengan cara penyemprotan, para panelis
menilai bahwa pemeraman dengan cara perendaman menghasilkan sesuatu yang baik
mulai dari warna, rasa, dan tektur.
Dalam
pemasaran uji organoleptik sangat menentukan untuk diterima atau tidaknya suatu
produk oleh konsumen. Suatu olahan atau bahan pangan dapat dikatakan baik atau
berkualitas jika hasil olahan tersebut memilki kreteria dari segi kemasan warna
maupun cita rasa sehingga dapat menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi
produk tersebut (Triwiyah, 2011).
Hasil
penelitian menunjukan bahwa pemeraman dengan cara perendaman meningkatkan
kualitas buah dalam hal warna dan cita rasa di kalangan masyarakat Dusun Saluku.
Hal ini terlihat melalui uji organoleptik yang diamati dengan mengunakan indra
penglihatan dan skala likert terhadap warna dan cita rasa pisang kepok.
1. Warna
buah
Berdasarkan
hasil deskripsi penelitian pada penggunaan metode pemberian larutan ethrel terhadap
pisang kepok dalam segi warna maka panelis lebih suka dengan warna kuning cerah
yang dihasilkan oleh metode pemberian larutan ethrel dengan cara perendaman dan
berdasarkan karakteristik mutu organoleptik ditentukan kualitas warna pisang
yang paling baik adalah warna kuning cerah.
Dari
tanggapan para panelis yang terlihat melalui tabel 4.1 serta grafik
perbandinganya pemeraman dengan cara perendaman merupakan sampel hasil
pemeraman dengan warna yang paling disukai oleh panelis dibandingkan pemeraman
dengan cara yang lain. Hal ini disebabkan karena warna buah pisang yang
dihasilkan oleh pemeraman dengan cara ini yakni berwarna kuning cerah.
Perendaman yang digunakan untuk pemeraman buah pisang bisa memacu perubahan
kulit pisang menjadi warna yang sangat
menarik. Hal ini dikarenakan larutan ethrel dapat menghasilkan gas etilen, gas
ini menyebabkan sel buah untuk membuat semua perubahan yang terlibat dalam
proses pematangan pola respirasi yang meningkat drastis, akibat perombakan larutan
ethrel tersebut mencakup klorofil pati yang dipecah diikuti dengan pembentukan
senyawa etilen, pigmen, sehingga menyebabkan perubahan warna buah
pisang yang di simpan menghasilkan warna yang kuning cerah dan merata pada
keseluruhan kulit buah pisang kepok selama pemeraman.
Perubahan-perubahan
fisiokimia yang terjadi pada saat pemeraman menyebabkan perubahan warna kulit
yang singkat akibat perombakan larutan
ethrel yang menghasilkan senyawa etilen
sehinngga penampakan kulit terlihat sangat menarik. (Winarno, 1993) sebaliknya
pemeraman dengan cara penyemprotan kurang disukai karena warnanya yang kuning
tapi kurang menarik. Hal ini disebabkan karena pada saat pemeraman yang terjadi
larutan ethrel yang menghasilkan etilen mengakibatkan rendahnya penyerapan gas
etilen yang di hasilkan oleh penyemprotan karena terjadinya pemecahan klorofil
kurang membuka lapisan pigmen karotinoid dalam kulit pisang sehingga larutan
ethtrel tidak merata dan terlihat pada warna kulit buah pisang kepok tidak
menarik.
Sebagaimana
menurut Morriot (1990) terjadinya perubahan warna eksternal terjadinya
pemecahan klorofil, dalam kulit pisang dan terjadinya perubahan dari warna
hijau menjadi kuning. Ethrel yang digunakan ternyata cepat sekali memacu
pemunculan warna pada buah. Berdasarkan
karakteristik mutu organoleptik ditentukan kualitas warna pisang kepok yang
paling baik adalah warna kuning cerah. (Astawam, 2008) menjelaskan warna juga
merupakan faktor penting dalam seni tata saji karena akan menjadi nilai jual
yang tinggi dari suatu barang/produk.
2. Rasa
Berasarkan
deskripsi hasil uji organoleptik sebagaimana telihat pada tabel 4.1 dan grafik perbandinganya menunjukan bahwa pemeraman
dengan cara perendaman mempunyai cita rasa yang manis disusul dengan pemeraman
dengan cara penyemprotan. Hal ini terlihat dengan adanya skor yang terlihat di
berikan oleh para panelis pada buah pisang kepok yang di peram dengan cara
perendaman. Dari tanggapan para panelis di dapat bahwa pada dasarnya,
masyarakat Dusun Saluku lebih suka pemeraman dengan cara perendaman. Hal ini
terlihat jelas dengan apa yang dikemukakan oleh para panelis saat mencicipi pemeraman yang digunakan.
Berdasarkan
uji organoleptik yang dihasilkan pemeraman dengan cara perendaman sebagaiman
terdapat pada tabel 4.1 dan grafik perbandinganya maka ditemukan bahwa proses
pemeraman dengan cara perendaman mempunyai cita rasa yang sangat khas yaitu
rasa manis, hal ini karena proses pemeraman dengan cara perendaman tidak
melakukan proses berlebihan. Pada saat pemeraman
terjadi proses perombakan kadar asam total yang mengalami penurunan kadar pati dan sebagian besar
kandungan pati akan digantikan oleh glukosa dan bersamaan dengan
karbohidratnya yang berubah menjadi
bentuk gula selama penyimpanan tidak begitu besar serta suhu selama penyimpanan
yang rendah menyebabkan kandungan gizi yang terkandung dalam buah pisang kepok
pun tidak hilang (Sukamto, 2009).
Dibandingkan
dengan pisang yang diperam dengan cara penyemprotan walaupun hasil penyemprotan
menghasilkan rasa manis pada buah pisang kepok namun para panelis lebih
cenderung suka pada pemeraman dengan cara perendaman. Hal ini yang dikemukakan
oleh para panelis setelah dicicipi pisang dari hasil pemeraman. Dapat
dijelaskan bahwa rasa merupakan salah satu para meter subjektif yang
penilaiyanya mungkin saja berbeda untuk setiap penalis yang menilainya.
sehingga tingkat kesukaan seseorang hanya dapat di ukur ketika peranan panca
indra manusia berfungsi secara baik untuk mencoba suatu makanan atau produk.
3. Tekstur
/ kekerasan
Berdasarkan
uji organoleptik kekerasan pada buah pisang kepok pada tabel 4.1 dan grafik
perbandinganya pemeraman dengan cara perendaman mempunyai tekstur yang agak
lunak di susul dengan pemeraman dengan cara penyemprotan. Dari Tanggapan
panelis didapat bahwa masyarakat dusun saluku lebih suka tekstur pisang yang
agak lunak karena menurut mereka itu adalah pisang yang memiliki cita rasa yang
enak serta kualitas yang baik dan hal ini terlihat saat mereka menyentuh pisang
kepok hasil pemeraman dengan cara perendaman.
Pada proses pemeraman dengan cara penyemprotan tekstur pisang yang dihasilkan keras
sedikit melunak karena warnanya hijau kuning pada saat penyiraman. Pengolahan dengan menggunakan pemberian larutan
ethrel menurut sebagian masyarakat merupakan salah satu cara paling baik yang
telah dikembangkan untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki warna yang
menarik dan cita rasa yang enak . Namun pada saat peneliti memberikan buah
pisang kepok dari hasil pemeraman dengan cara perendaman untuk di uji tingkat
kekerasanya dari 15 panelis yang di minta pendapat tentang tekstur pada buah pisang kepok maka panelis lebih
cenderung suka sama proses pemeraman dengan cara perendaman.
Hal
ini karena tekstur pisang kepok hasil pemeraman dengan cara perendaman memiliki
tekstur yang agak lunak, proses penyimpanan larutan ethrel yang menghasilkan senyawa
senyawa etilen, pektin polipeptida, yang terknadung
dalam buah pisang tidak hilang serta suhu yang rendah mengakibatkan ketahanan
pada umur simpan buah pisang dan metabolisme mikroorganisme yang ada dalam
karton pun akan melemah sehingga buah akan menjadi lebih awet dan tingkat
kekerasan atau tekstur dari buah pisang kepok pun tetap terjaga (Tarwiyah,
2001).
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian ini maka, penulis mengambil kesimpulan bahwa pemeraman pisang
kepok dengan menggunakan metode pemberian larutan ethrel dengan cara perendaman
ternyata mempunyai warna yang sangat baik mulai dari rasa, maupun tekstur yang
dihasilkan, hal ini disampaikan para panelis setelah melihat, meraba, dan
mencicipi pisang kepok dari metode yang digunakan.
5.2.
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian maka, penulis menyarankan kepada para penjual pisang
maupun pemilik dan penyuka pisang yang
berada di Dusun Salaku bahwa ;
1.
Perlu memperhatikan dan mengontrol lama
waktu pada saat proses pemeraman berlansung serta metode yang digunakan
sehingga dapat menghasilkan serta warna dan nilai gizi pada buah pisang yang di inginkan.
2.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang
cita rasa buah pisang kepok dengan menggunakan metode yang berbeda bukan saja
metode pemberian larutan ethrel sehingga melihat mutu serta cita rasa buah pisang yang didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, E. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Aziz, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
Salemba Merdeka.
Azrimaidaliza. 2007. Studi Literatur Vitamin A, Imunitas Dan
Kaitannya Dengan Penyakit Infeksi. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume I. No. 2.
http://www.
Jurnal kesmas. com/index. php/kesmas/ article/ view/58/47. 18 Mei 2013.
Anonymous. 1992.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi,Departemen kesehatan
El-Kabumaini dan Ranuatmaja. 2008. Bertanam Pisang Abaca.
Bandung: PT. Puri Pustaka.
Endah, Z. 1997. Budidaya Pisang. Surabaya: PT Trubus
Angrisana. Gardjito dan Saefudin. 2011. Penanganan Pascapanen Buah Buahan
Tropis Yogyakarta: Percetakan Kanisius.
Gomez, K.A dan A.A Gomez. 2010. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian
edisi kedua. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Kartasapoetra, G. 1994. Teknologi pasca panen. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Morriot,
1990. Teknologi pengolahan pisang. Jakarta; Gramedia.
Norbertus k. 2013. pisang- pisang komersial. Surakarta: PT Pustaka baru.
Pantastico,
Er.B. 1975. Postharvest Physiology handling and utilization of tropical and
subtropical fruits and vegetable. AVI Publ. Co. Inc. Westport, Conecticut
Pantastico,
E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen
Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan
Subtropika. Terjemahan Kamaryani. Gajahmada University Press, Yogyakarta.
Suyanti dan Rani.
1989. Pengaruh konsentrasi ethrel dan suhu penyimpanan terhadap kematangan
pisang Raja Sere. Penelitian Hortikultura.
Simmonds, MW. 1966. Bananas – 2 Edition. New York. Longman,
Inc.
Sukamto IF.H.I.T.N. 2009 Kamus
pertanian penerbit CV Aneka Ilmu Semarang.
Triwiyah.2011. Manfaat buah pisang; Teknologi Tepat
Guna Argoindustri Kecil. Sumatra Barat
Lampiran 1
Koesioner Uji
Organoleptik
Nama
: ………………..
Tanggal
Persetujuan : ………………...
Intruksi
:
Nyatakan penilaian saudara dengan nember tanda Cek tentang warna, rasa dan tekstur
pada buah pisang kepok
No
|
Kriteria
|
Skors
|
Metode Pemeraman
|
|
A
|
Warna
|
|
V1
|
V2
|
1
|
Hijau
|
1
|
|
|
2
|
Hijau kuning
|
2
|
|
|
3
|
Hijau bergaris-garis
|
3
|
|
|
4
|
Kuning
|
4
|
|
|
5
|
Kuning cerah
|
5
|
|
|
B
|
Rasa
|
|||
1
|
Tidak manis, sangat sepat
|
1
|
|
|
2
|
Tidak manis, sepat
|
2
|
|
|
3
|
Agak manis sepat
|
3
|
|
|
4
|
Manis sedikit sepat
|
4
|
|
|
5
|
Manis
|
5
|
|
|
C
|
Tekstur
|
|||
1
|
Keras
|
1
|
|
|
2
|
Keras sedikit melunak
|
2
|
|
|
3
|
Sedang
|
3
|
|
|
4
|
Lunak
|
4
|
|
|
5
|
Agak lunak
|
5
|
|
|
Sumber
: Burhan 2009
Ket
: VI = Pemeraman dengan cara penyemprotan
V2 = Pemeraman dengan cara penyemprotan.
Ket;
Untuk = 1 kualitas
kurang, 2 =kualitas kurang baik, 3=kualitas cukup baik, 4= kualitas baik, 5=
kualitas sangat baik (Rahayu, 2011).
Lampiran 2
Data Hasi Uji Organoleptik Pada
Warna Buah Pisang Kepok
No
|
Inisial Panelis
|
Indikator
|
|
VI
|
V2
|
||
1.
|
SR
|
5
|
4
|
2.
|
EN
|
5
|
5
|
3.
|
IA
|
4
|
3
|
4.
|
MR
|
5
|
4
|
5.
|
KS
|
4
|
5
|
6.
|
RU
|
3
|
3
|
7.
|
SN
|
5
|
2
|
8.
|
M
|
5
|
5
|
9.
|
S
|
3
|
2
|
10.
|
YT
|
5
|
4
|
11.
|
UN
|
4
|
4
|
12.
|
GS
|
3
|
5
|
13.
|
N
|
3
|
5
|
14.
|
TW
|
4
|
2
|
15.
|
BL
|
5
|
4
|
Total
|
63
|
57
|
|
Rata-rata
|
4,2
|
3,8
|
Ket :
VI
= Pemeraman dengan cara perendaman
V2 =
Pemeraman dengan cara penyemprotan.
Lamiran 3
Data Hasil Uji Organoleptik
Untuk Rasa pisang kepok
No
|
Inisial Panelis
|
Indikator
|
|
VI
|
V2
|
||
1.
|
SR
|
5
|
4
|
2.
|
EN
|
4
|
5
|
3.
|
IA
|
4
|
2
|
4.
|
MR
|
5
|
4
|
5.
|
KS
|
4
|
3
|
6.
|
RU
|
5
|
5
|
7.
|
SN
|
5
|
3
|
8.
|
M
|
3
|
4
|
9.
|
S
|
5
|
4
|
10.
|
AY
|
3
|
2
|
11.
|
UN
|
2
|
4
|
12.
|
GS
|
4
|
4
|
13.
|
N
|
5
|
3
|
14.
|
TW
|
2
|
3
|
15.
|
BL
|
3
|
5
|
Total
|
62
|
55
|
|
Rata-rata
|
4,1
|
3,6
|
Ket :
VI
= Pemeraman dengan cara perendaman
V2 =
Pemeraman dengan cara penyemprotan.
Lampiran 4
Data Uji Organoleptik
Tekstur/kekerasan Pada Buah Pisang Kepok
No
|
Inisial
Penelis
|
Indikator
|
|
VI
|
V2
|
||
1.
|
SR
|
5
|
4
|
2.
|
EN
|
5
|
3
|
3.
|
IA
|
4
|
3
|
4.
|
MR
|
2
|
5
|
5.
|
KS
|
4
|
4
|
6.
|
RU
|
3
|
2
|
7.
|
SN
|
5
|
5
|
8.
|
M
|
3
|
3
|
9.
|
S
|
5
|
3
|
10.
|
YT
|
2
|
5
|
11.
|
UN
|
3
|
2
|
12.
|
GS
|
4
|
5
|
13.
|
N
|
5
|
4
|
14.
|
TW
|
4
|
3
|
15.
|
BL
|
5
|
2
|
Total
|
59
|
39
|
|
Rata-rata
|
3,9
|
3,5
|
Ket :
VI
= Pemeraman dengan cara perendaman
V2 =
Pemeraman dengan cara penyemprotan.
a.
Dekumentasi
penelitian
Gambar
1. Pengambilan buah pisang dari pohonya
Gambar
2. Persiapan buah pisang untuk melakukan proses pemeramans
Gambar
3. Alat dan Bahan
Gambar
4. Proses pengukuran larutan ethrel
Gambar 5. Penemprotan dan perendaman air yang
sudah dicampuri larutan ethrel.
Gambar
6. Proses pembungkusan
Gambar
7. Proses pemeraman
Penyemprotan
|
Perendaman
|
Gambar 8. Hasil
pemeraman menggunakan larutan ethrel.
Gambar
9. Dekumntasi panelis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar